A.
Sejarah HAM Di Indonesia
Hak Asasi Manusia
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak
yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang
dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat
berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat
dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya
“Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah
hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak
asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit
akan ditegakkan.
Mengingat begitu
pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang
yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai
dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu
diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya
dengan hak asasi orang lain.
Meskipun hak asasi manusia adalah hak yang
bersifat kodrati, yang melekat pada diri manusia dari semenjak manusia
dilahirkan, namun keberadaan hak asasi manusia ini tidaklah semata-mata hadir
dengan sendirinya. Kehadirannya terbentuk dari rangkaian sejarah panjang. Hak
asasi manusia yang kita pahami sekarang ini pun perjalanannya masih belum lagi
berakhir. Perkembangan dan dinamikanya masih akan terus bergulir, terus
berlanjut, terus bergerak seiring dengan perkembangan dan dinamika zaman dan
peradaban manusia itu sendiri.
Deklarasi HAM
yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948,
tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah
dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan
negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM
sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun
ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di
negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk
saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar
negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka
peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai
setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi
negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian
setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara
anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang
bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan
negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan
pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan
sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat
universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam
Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi
siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta
bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama.
Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM
sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah
dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara
lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja
berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila
para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi
asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh
Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human Rights
selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya
mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa
bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang
menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya
kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak
mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati
haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati
terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada
kewajiban.
Hak
Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia
tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan
falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan
berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan
dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik
Indonesia,yakni:
·
Undang – Undang
Dasar 1945
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia
·
Undang – Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia
secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan
menjadi sebagai berikut :
·
Hak – hak asasi
pribadi (personal rights) yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak.
·
Hak – hak asasi
ekonomi (property rights) yang
meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
·
Hak – hak asasi
politik (political rights) yaitu hak
untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam
pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
·
Hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
·
Hak – hak asasi
sosial dan kebudayaan (social and culture
rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan
kebudayaan.
·
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret
untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia
sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998.
B.
Pelanggaran HAM Dan Penyelesaiannya
·
Kekerasan Terhadap Murid Merupakan Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM bias terjadi dimana saja dan
kapan saja. Dan masih saja ada orang yang tidak menyadarinya. Tidak terkecuali
terjadi disekolah. Bahkan seorang guru bisa saja melakukan suatu pelanggaran
HAM.
Yaitu tindak kekerasan
secara fisik yang terjadi di sekolah dilakukan sejumlah oknum tenaga pengajar di Indonesia terhadap siswanya. Peristiwa ini tentu saja harus
dihentikan, karena merupakan pelanggaran HAM.
Sudah tidak jamannya lagi, seorang guru memberikan sanksi kepada siswa dengan
penganiyaan atau melakukan kekerasan secara fisik. Maka tindak kekerasan harus
dihapus pada dunia pendidikan karena bertentangan dengan HAM.
Mungkin maksud dari sikap
dari seorang guru melakukan tindakan kekerasan fisik kepada muridnnya untuk
menghukum muridnya yang nakal tetapi seharusnya lakukan dengan cara yang
bijaksana apalagi seorang guru merupakan panutan murid-murid.
Untuk itu hormatilah
hak-hak orang lain. Bagaimanapun seorang murid juga mempunyai hak asasi dan
seorang guru pun harus menghormatinya. Jika menghormati orang lain maka kita
pun tidak akan semena-mena terhadap orang lain.
No comments:
Post a Comment